Map Pengunjung

NeoCounter

Minggu, 29 November 2009

resep creme broule

  1. 3 eggs - slightly beaten


  2. 2 cups light cream


  3. 1/4 cup sugar


  4. 1/4 tsp salt


  5. 1/2 tsp vanilla


  6. 1/4 cup packed brown sugar

Method :

  • In a heavy saucepan, combine eggs, cream, sugar and salt. Cook and stir over low heat, until mixture coats a metal spoon. Cooks 2 minutes more. Stir in vanilla. Pour into 6 ramekins (@ 6 oz). Chill.
  • Sift brown sugar equally among the 6 dishes and spread evenly on top. Using a torch melt the sugar and form a crispy top. Or if using oven, put the ramekins in a shallow pan of ice cubes and water (au bain marie), place it in the middle of rack and broil at 400 degree F for 4 to 5 minutes or until bubbly crust form.

  • Serve warm or chilled.


pemberitahuan

SEMUA ARTIKEL TENTANG BEY AND MICE ITU DARI
http://www.karbonjournal.org

ADA KARENA KEKACAUAN JAKARTA

Dalam sebuah wawancara radio, Wimar Witoelar berhasil mengorek keterangan dari Benny dan Mice, bahwa karya mereka lahir dari kacaunya situasi Jakarta yang membuat ibukota ini menjadi hunian dengan penghuni yang “keadaannya lucu”.

Ihwal kekacauan perkembangan Jakarta yang membuahkan kehidupan konyol itu sebenarnya bukan hal baru. Hal ini setidaknya telah diendus ketika pada 1995 sejumlah akademisi Indonesia-Belanda dari pelbagai latarbelakang ilmu berkumpul di Leiden, Belanda, untuk membahas perkembangan Kota Jakarta dan penghuninya, yang hasilnya kemudian dibukukan sebagai Jakarta-Batavia: Socio-cultural essays pada 2000. Lantas pada 2003—hampir bersamaan dengan mulainya Benny dan Mice menjadi pengisi tetap rubrik kartun di Kompas Minggu—pengamat kota Marco Kusumawijaya menerbitkan buku kumpulan esainya, Jakarta: Metropolis Tunggang Langgang.

Jakarta memang kota yang tergopoh-gopoh, bahkan tunggang-langgang. Sebagai ibukota Indonesia, ia mengalami banyak perubahan luarbiasa, terutama dalam beberapa dasawarsa setelah perang. Migrasi penduduk yang sudah menjadi fenomena sejak Jakarta masih bernama Batavia, berlanjut selama periode itu pada skala lebih besar, sehingga menjadikan komposisi kelompok sosial di Jakarta sangat beragam. Penduduk Jakarta bukanlah orang-orang yang dipilih secara khusus dan mereka telah terpengaruh oleh gaya hidup dan budaya metropolitan yang sibuk. Jakarta adalah sebuah kuali pelebur (melting pot), tempat orang Betawi, Batak, Sunda, Jawa, Makassar, Cina, Arab, sampai India lumer jadi satu. “Di Jakarta, Tuhan sedang membuat orang Indonesia,” ujar Lance Castles. Jakarta adalah satu-satunya kota yang paling Indonesia.

Laju perubahan terasa lebih hebat lagi pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Perubahan dalam periode ini sangat berbeda dengan sebelumnya karena skala pelebaran kota menjadi sangat besar, melibatkan banyak sekali pembangunan, dan memapankan penggabungan Jakarta dengan wilayah sekitarnya yang terkenal sebagai konsep Jabodetabek yang telah dimulai sejak 1970-an.

Metaformosis perkotaan yang cepat itu semakin menjadikan Jakarta paling unggul di antara kota lain di Indonesia, disertai perubahan fundamental gaya hidup penduduknya, terutama yang berasal dari kelas menengah dan atas. Pada satu sisi, mereka mempertahankan kebudayaan daerah masing-masing, di sisi lain mereka merupakan bagian dari kebudayaan metropolitan atau nasional yang belum terbentuk.

Di bawah kendali rezim tamak Orde Baru, Jakarta rupanya dipacu lari tunggang-langgang ke arah yang salah. Kota dan ruang hanya menjadi alat pertumbuhan. Akibatnya, masyarakat Jakarta kecolongan kesempatan untuk menikmati kota yang tujuan sejatinya adalah sebuah permukiman manusia. Jakarta tidak mengarah ke metropolis yang diimpikan, melainkan ke arah miseropolis, kota yang bergelimang kesengsaraan, semrawut tak terkendali, tanpa identitas dan keanggunan serta kemesraan, miskin akan fasilitas dan utilitas kota, yang mengakibatkan penderitaan bagi masyarakatnya. Arus reformasi politik yang pecah pada 1998, tidak saja melengserkan Soeharto tetapi juga merobohkan sistem lama yang melindungi Jakarta dari dorongan masyarakat agar memiliki pemerintah yang transparan. Segera tampak bahwa kekacauan Jakarta itu sungguh bukan suatu ceracau sejumlah pengamat belaka.

Tahun-tahun Benny dan Mice mencipta adalah saat puncak segala masalah yang digambarkan oleh para pengamat itu mulai tampil sebagai kenyataan. Saat itu, siapa pun dapat merasakan dan melihat betapa Jakarta mengalami kekacauan—kalau tidak disebut kegagalan—arah pembangunan. Tak terkecuali Benny dan Mice sebagai penghuninya. Namun bagi Benny dan Mice, kekacauan Jakarta adalah sumber inspirasi, mereka “bekerja sebagai pengamat yang berpandangan tajam… sebagai antropolog dan sosiolog par excellence”. Inilah fakta bahwa mereka hadir dengan kesadaran untuk ikut dan terus menempatkan diri bersama arus besar dari berbagai upaya pengungkapan dan pemahaman akan kehidupan dan berbagai persoalan kekacauan Jakarta yang hadir dan merebak sejak 1990-an.

benny and mice

Lagak Benny dan Mice di Jakarta
BULANNYA SEPTEMBER, TAHUNNYA 2007. Terperanjat, para pecinta kartun terlompat dari tempat duduknya. Kaget. Dua orang kartunis, Benny Rachmadi dan Muhammad Misrad yang lebih dikenal sebagai Benny & Mice, menerbitkan buku Jakarta Luar Dalem.

Tahun itu memang istimewa bagi Benny dan Mice. Genap satu dekade sudah mereka berkarya bersama. Namun satu dekade adalah masa yang pendek untuk menilai sebuah komik berhasil atau tidak mencerminkan zaman. Komik yang berhasil dianggap demikian biasanya beredar selama beberapa dekade, seperti komik Charlie Brown yang terbit sejak 1952. Komik Put on yang pernah terkenal di Indonesia—terutama terkait dengan kehidupan masyarakat peranakan Cina di Indonesia atau Jakarta khususnya—memerlukan waktu lebih daripada 30 tahun untuk dinilai sebagai cermin zaman. Jangka waktu nan panjang itu akan memberi cukup bahan untuk mengikuti perubahan politik, sosial, dan budaya yang terjadi.

Tetapi berani sumpah, dalam hal sejoli Benny dan Mice, satu dekade bukan berarti hanya cukup untuk melihat keberhasilan mereka berevolusi dari segi teknis. Atau bagaimana mereka berhasil menghimpun banyak pembaca, karena berhasil membuat pembacanya merasakan “hidup sedikit bertambah cerah” di tengah kehidupan kota yang penuh rasa frustrasi dan stress. Satu dekade sangatlah berarti karena dalam menggarap karya, keduanya telah menggabungkan dua cara kerja, yaitu proyek buku terjadwal dan komik strip.

Mulai 1997, bersama Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), keduanya terlibat proyek penerbitan serial Lagak Jakarta. Sampai 2007, mereka telah menerbitkan tujuh judul: Trend dan Perilaku, Transportasi, Profesi, Krisis.... Oh.... Krisis, Reformasi, dan (Huru-Hara) Hura-Hura Pemilu ’99. Bahkan KPG, yang pertama menemukan dan membidani kelahiran sejoli Benny dan Mice, menerbitkan kembali Lagak Jakarta edisi koleksi, dengan menggabungkan enam seri dalam dua buku sebagai tanda sepuluh tahun Benny dan Mice berkarya. Tak berapa lama, KPG juga menerbitkan karya lain mereka, 100 Tokoh yang Mewarnai Jakarta. Pada saat bersamaan pula, Penerbit Nalar menerbitkan kumpulan komik strip Benny dan Mice di harian Kompas sebagai buku Kartun Benny & Mice: Jakarta Luar Dalem. Kemudian menyusul seri keduanya, Kartun Benny & Mice: Jakarta Atas Bawah, setelah diseling oleh Kartun Benny & Mice: Talk About Hape. Sampai Oktober 2008, masing-masing kumpulan komik strip itu sudah terjual lebih daripada 25.000 eksemplar.

Inilah yang memungkinkan tersedianya cukup bahan untuk menimbang karya Benny dan Mice sebagai karya yang disebut Bre Redana sebagai “sangat relevan dengan zamannya”, terutama kehidupan masyarakat Jakarta pada masa akhir Orde Baru dan menggelindingnya zaman baru alias Orde Reformasi.

pedagang kaki lima

di sebuah pinggiran pertokoan di jakarta parmin berjualan disana sudah ada poster
yang bertuliskan PEDAGANG KAKI LIMA DILARANG BERJUALAN saat petugas menghapiri parmin dan berkata pa bapa tidak lihat poster itu PEDAGANG KAKI LIMA DILARANG BERJUALAN bapa kenapa berjualan disini kata sang petugas lalu parmin berkata saya bukan pedagang kaki lima tapi pedagang kaki dua lalu petugas tersebut terheran"

surat cinta bi ijah

pada waktu itu ijah sedang menulis surat cinta untuk org yg ia sukai yaitu paijo seperti ini isinya

dear mas paijo aku wes kangen sama mas d kampung sudah lama nda pulang kalo nanti aku pulang aku

mau ngomong sesuatu sama mas paijo tapi apa mas mauya ? wes aku bakal bilang kalo aku pulang nanti

eh mas mosok aku punya tmn bru nmanya iyem dia baik lho dia yang mau temenan sama aku

y tpi aku nda enk sama pcrnya nmanya mas toyo dia itu satpam d komplek ku lho mas kadang mereka lgi

pacaran suka aku gk sengaja ganggu trus klo aku lgi ngobrol sama mas toyo aku cuma ngobrol mosok

iyem marah sama aku wes aku kan nda suka sama toyo tpi sukanya sama mas 2 bulaN kemudian ijah

pulang tiba2 d dpn rmh paijo ad tenda biru hariitu paijo akan menikah dengan wati tmn ijah sendiri mas

knpa kamu lbih milih wati dri pada aku kan aku sudah menulis surat untuk mas suratnya sudah sampai tpi

bru tdi pagi y wes sudah lama sekali lalu ijah bilang kepada wati ah wati nda pren sama ijah MT lalu ijah

mengutuk paijo menjadi batu lalu d nmakan paijo kundang (LHO)

makanya jgn ketinggalan jaman bli hp monimo layar berwarna hanya 199.000 buruan beli ntar kehabisan lho
hehehehehehehehehehehehehe

he